Beberapa waktu yang lalu, tim saya membuat aplikasi berbasis layanan jasa, bisa dibilang sudah 80% pengembangan selesai.
Dari awal meeting saya sudah salut dengan klien, “jujur, bu, saya salut Ibu bisa biayain semua sendiri buat infrastruktur sampai dengan development, karena aplikasi berbasis layanan jasa itu mahal. Mahal developmentnya, mahal juga post-developmentnya. Saya saranin ke depannya Ibu cari investor. Dari pengalaman saya handle aplikasi berbasis layanan jasa, ada dua yang saya tau itu sudah dapat investor, ada yang dari Lembaga Pemerintah, ada juga yang dari luar Indonesia”
Tiba-tiba, pas mau launch, muncul masalah ini dan itu.. ekspektasi si klien, setelah development selesai app bisa dipakai tanpa masalah, auto pilot, tinggal hasilin duit.
Realita-nya, di beberapa customer, app muncul error macem-macem, saya yang sudah lepas kontrak, tiba-tiba dihubungi kembali.
“Pak, ini app.nya bermasalah, ada customer gak bisa login” |
“masalahnya apa ya bu?” |
“bapak bisa saya telpon?”.
Setelah ditelpon, ditanya macem-macem, si Ibu ini kaget..
“loh, kontrak bapak sudah selesai ya?” |
“sudah lama, bu. Ibu belum diceritain bu Y” |
“Y gak cerita apa-apa, Y juga sudah resign Oktober lalu” |
“nah, kontrak saya juga sudah habis Oktober lalu, bu. Saya juga sudah serahkan sourcecode, technical guide document, dan juga installer app.nya ke kantor ibu” |
“wah kok saya gak tau ya” |
“masa’ gk ada yg cerita, bu? Pak C masih kan bu?” |
“masih, tapi pak C juga bilangnya semua yang tau itu ya Y” dari diskusi ini saya cuma mengkerut kening 😅
“Terus gimana ini, pak?” |
“ya Ibu harus rekrut kami sebagai maintenance developer bulanan” |
“loh, kok kontrak kerja lagi, pak?” |
“ya iya, bu, kan kontrak kemarin sudah berakhir, masa’ kami tiba-tiba langsung nimbrung aja benerin kerjaan” |
“hehe..kira-kira bayar berapa, pak?” |
“kami ada biaya maintanence bulanan, bu..kami kirim quotation-nya ya”
Dan muncul masalah ini dan itu, mulai dari migrasi, ubah fitur, dll. dibilang..
“bapak kan sudah kami rekrut, masa’ ada biaya lagi, pak?” |
“ya ini bukan maintenance sih, bu, sudah dianggap sebagai changes request (CR), kan kami sudah bikin catatan di quotation mana aja yang bukan kerjaan kami” |
“ya tapi kan bapak yang develop, harusnya tanggungjawab bapak dong”..
Menghadapi klien memang kudu extra sabaaar 😅
“iya, bu, tapi gak gratis, kami juga di sini kerja, kontrak kerja sudah selesai, ada baiknya Ibu rekrut aja developer tetap buat menjaga sistem di kantor Ibu, kalo rekrut maintenance developer ya cuma support aja. Lagian sistem kayak gini gak bisa ditinggal gitu aja gak ada yang jagain, bu, Ibu harus punya tim TI internal yang menjamin keberlangsungan sistem ini berjalan baik, mulai dari PM, system analyst, UI/UX engineer, development engineer, QA engineer, dan sys admin/devops“, kalo ngandalin kami ber-3 ya gak mungkin bisa, apalagi ini reportnya banyak sekali yang masuk dari customer.”
Sayapun berceramah panjang lebar.
“tapi tolong, pak, kami disupport, kami sudah percayakan bapak selama 1/2 tahun ini..” |
“ya kami support sesuai job desc kami, bu.” |
“ini jujur, pak, dananya belum sampai ke kami, saya juga sedang berusaha cari investor” |
“iya, bu, kalau kayak gini mau gak mau Ibu cari investor, jumlah user juga sudah banyak kan” |
“iya, pak, ini tagihan server sudah tembus 24juta”
saya baca ini kaget. Kok cepet ya, apa karena storagenya kepake banyak, karena app. customernya butuh upload banyak data image.
Dari sini tiba-tiba si klien ini berpikir agak berbeda,
“Pak, apa boleh kami pending bayaran tim bapak, kami soalnya terkendala biaya server” |
“waduh, gak bisa, bu, ini bukan keputusan saya sendiri, tim yang kerja, masing-masing freelancer” (soalnya dulu juga pernah kepending 1 bulan oleh ini klien bayaran kami, masa’ dipending lagi)
“Wah, bu, Ibu tau gak kenapa aplikasi berbasis layanan jasa kayak Grab, Gojek, dan Ruang Guru..itu tiap tahun slalu buka lowongan kerja developer, QA engineer.. (sambil saya nyodorin link job vacancy-nya buat barang bukti…), ya karena sistem mereka gak autopilot, itu post-development mereka makan biaya ratusan juta sampe M per bulan loh, bu, selain bakar duit, jagain sistemnya biar tetap lancar tanpa masalah juga mahal. Tiap hari tim developernya ada aja kerjaan benerin bugs di beberapa device, itupun yang ngetest bukan developer, tapi tim QA Engineer, dan mereka dibekali beragam HP Android dan iOS, bu”
Ibu ini diem gak berkomentar.. cuma bilang…
“ok, pak, terima kasih insight-nya”
Ini cerita dah mirip dengan cerita klien-klien yang lalu-lalu, seragam, rata-rata orang sini menganggap sistem/app walau tampilannya kecil, ketika sudah jadi, langsung bisa menghasilkan duit, autorun, autopilot tanpa harus “dijagain”…kok enak ya kalo dipikir-pikir 🤣
Tahun 2012-2013, saya pernah punya pengalaman direkrut perusahaan di Jakarta sebagai Maintenance Developer, ya kerjaannya sebagai support, balesin chat soal development, bantuin PM balesin email, dateng ke tempat klien buat maintain webnya klien, dan kadang magabut (makan gaji buta) karena tidak ada laporan bug, tapi ya tetap digaji bulanan di Jakarta.
Pas di Jogja juga pernah sebagai support untuk sebuah startup koki masakan, namanya “Stagiaire”..bikin app resep masakan seperti cookpad, direkrut buat maintain, dibayar 6,5jt/bulan dan kerjanya gak pasti ada tiap hari, sehari cuma 3-5 jam aja. (Jadi bisa saya sambi kerjaan lain). Artinya ya perusahaan ini paham, “lo gw bayar buat support, siap kapan aja pas ada masalah di sistem/app.nya”.
Setelah kerjaan maintain aplikasinya selesai, dilanjut diujicoba QA engineer, dicari bug-nya, dilaporkan balik ke developer, sampai test case passed, langsung dicoba tim production. Jadi kalau sudah lolos QA dari development, itu belum selesai, bisa jadi pas production bermasalah, ini ntar direproduce QA issuenya dari Production, kemudian balik ke developer, setelah diperbaiki, balik ke QA dan selanjutnya balik ke Production lagi, kalau sudah OK, barulah dilepas ke publik.
Itulah kenapa perusahaan yang bergerak dibidang layanan (service) produk/jasa, mesti recruitment nya banyak. Soalnya timnya juga banyak, per tim ada 4-6 orang. Dan kerjaannya serba cepat dan agile.
Di Jakarta dah biasa kayak gitu untuk kelas perusahaan. Tapi buat klien personal memang harus dibuka pemahamannya dengan sabar. Jika hendak membuat sesuatu yang besar, butuh dana besar, dan tim yang besar agar bisa berlari kencang.